"Wussssss" bus itu melaju meninggalkan Rudi yang tergopoh-gopoh untuk sampai di halte Desa Sukamulyo. Sebenarnya, disebut halte juga berlebihan, lebih tepatnya tempat untuk memberhentikan bus maupun angkutan desa. Maklum jarak dari rumah Rudi ke jalan raya utama kecamatan lumayan jauh juga, sehingga untuk bisa menaiki transportasi umum, Rudi harus jalan terlebih dahulu ke halte ini. "hmmm, semoga tak lama lagi, ada angkutan desa atau bus yang lewat" harap cemas Rudi yang takut terlambat untuk sampai di sekolah. Jam tangan Rudi sudah menunjukan pukul 06.45, artinya 15 menit lagi bel sekolah berbunyi dan pintu gerbang sekolah pasti akan ditutup satpam. Kini Rudi duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 3. Seharusnya pagi ini dia berngkat sekolah bersama kakak dan ibunya, tapi karena kancing bajunya lepas dan harus menunggu dijahit terlebih dahulu oleh neneknya, Rudi terpaksa harus berangkat sendiri.
"Kok tumben ya lama" ucap Bu Wati tetangga Rudi yang sedang menunggu bus juga untuk berangkat bekerja. Tidak lama setelah Rudi mendengar ucapan Bu Wati itu, terlihat dari jauh angkutan desa mendekat ke arahnya dan terlihat penuh sesak pelajar yang sama-sama menuju ke sekolah yang ada di kecamatan. "aaah aku stop aja daripada terlambat" sambil melambaikan tangan kirinya untuk menandakan kalau Rudi ingin menaiki angkutan desa itu. Tanpa pikir panjang, Rudi bergelantungan di pintu angkutan desa itu, mengandalkan kekuatan tangan untuk tetap bertahan agar posisinya tetap stabil sampai depan sekolah nanti. Pemandangan yang biasa dan lumrah di pagi hari jika bus maupun angkutan desa di kecamatan ini penuh sesak pelajar hingga banyak juga yang terpaksa bergelantungan di pintu maupun naik ke atas angkutan desa. Pemandangan yang mungkin tidak pernah terlihat di kota-kota besar.
"Kiri-kiri pak" teriak Rudi sambil mengetuk-ngetuk atap angkutan desa itu setelah sampai di depan sekolahnya. Setelah memberikan uang Rp. 500 ke supir karena harga pelajar, Rudi bersiap untuk menyebrang ke sekolah. "aaaah untunglah belum ditutup" jam kecil Rudi menunjukan pukul 06.55. Sebenarnya anak itu sudah merasa sangat cemas, maklum Rudi termasuk anak yang tidak pernah datang terlambat ke sekolah. Situasi yang tidak terduga pagi hari ini, membuatnya sampai di sekolah tidak sepagi seperti biasanya. Keringat dingin sampai dirasakan anak itu.
"Loh Rudi, tumben jam segini baru dateng" sambut guru Rudi yang berjaga di depan pintu gerbang sekolah.
"eeeh iya bu, tadi Rudi harus menunggu kancing baju ini dijahit. Pagi tadi waktu mau saya pakai, tiba-tiba terlepas". balas Rudi yang terlihat agak kelelahan karena terpaksa harus berlari agar tidak terlambat.
"owalaaah, ya sudah sanah cepet masuk ke kelas, bentar lagi masuk" ucap guru Rudi yang terlihat bersiap juga untuk masuk ke ruang guru
"baik bu" jawab Rudi sambil langsung bergegas menuju ruang kelas setelah salaman dengan gurunya itu.
Pagi itu, kelas dimulai dengan mata pelajaran Matematika. Seperti biasa, sebelum guru masuk ke kelas, suasana riuh, siswa berlari kesana kemari di ruang kelas. Kertas-kertas sengaja dikumpulkan dan dibulatkan untuk sekedar dilempar ke sesama teman. "Plakkk" kertas itu mengenai salah satu siswa perempuan yang sedang ngobrol dengan siswi lainnya. Langsunglah, Ryan si pelempar kertas itu dikejar Tini yang terkena bongkahan kertas itu.
"Teeeettt, teeettt, teeeettt" bel sekolah berbunyi
"Duduk, duduk semuaaa, udah bel ooyy" teriak Jojo si Ketua Kelas
"Apaan si Jo, bu guru belum dateng juga" saut Ryan yang masih asik main lempar-lemparan kertas
Tidak lama kemudian suara pintu tua ruangan kelas berbunyi. "Kreeeekk". Langsunglah semua siswa yang masih asik bermain di dalam kelas itu berhamburan untuk segera duduk di tempatnya masing-masing. Terlihat beberapa anak berlari ke tempat duduknya sambil merapihkan seragamnya yang keluar celana.
"Duduk semuanyaa!" terdengar suara tegas itu keluar dari Bu Novi.
"Siapa ini yang main-main kertas di dalam kelas? Ambil buang ke tempat sampah!" dengan nada yang semakin tinggi, Bu Novi sambil geleng-geleng kepala melihat depan ruangan kelas ini berserakan kertas-kertas.
Pagi itu, kelas dimulai dengan mata pelajaran Matematika. Seperti biasa, sebelum guru masuk ke kelas, suasana riuh, siswa berlari kesana kemari di ruang kelas. Kertas-kertas sengaja dikumpulkan dan dibulatkan untuk sekedar dilempar ke sesama teman. "Plakkk" kertas itu mengenai salah satu siswa perempuan yang sedang ngobrol dengan siswi lainnya. Langsunglah, Ryan si pelempar kertas itu dikejar Tini yang terkena bongkahan kertas itu.
"Teeeettt, teeettt, teeeettt" bel sekolah berbunyi
"Duduk, duduk semuaaa, udah bel ooyy" teriak Jojo si Ketua Kelas
"Apaan si Jo, bu guru belum dateng juga" saut Ryan yang masih asik main lempar-lemparan kertas
Tidak lama kemudian suara pintu tua ruangan kelas berbunyi. "Kreeeekk". Langsunglah semua siswa yang masih asik bermain di dalam kelas itu berhamburan untuk segera duduk di tempatnya masing-masing. Terlihat beberapa anak berlari ke tempat duduknya sambil merapihkan seragamnya yang keluar celana.
"Duduk semuanyaa!" terdengar suara tegas itu keluar dari Bu Novi.
"Siapa ini yang main-main kertas di dalam kelas? Ambil buang ke tempat sampah!" dengan nada yang semakin tinggi, Bu Novi sambil geleng-geleng kepala melihat depan ruangan kelas ini berserakan kertas-kertas.
Ryan dan beberapa kawannya yang menjadi dalang berserakannya kertas-kertas itu tanpa pikir panjang langsung membereskannya dan membuang ke tempat sampah yang ada di luar ruang kelas. "Ryan lagi, Ryan lagi" saut Bu Novi yang memang sudah hafal perilaku anak didiknya itu yang memang sering membuat ulah di kelasnya. Untung mood Bu Novi pagi ini sedang tidak begitu buruk. Bisa saja sebenarnya Ryan dan kawan-kawannya itu dihukum untuk membersihkan kamar mandi sekolah atau menyiram tanaman sekolah ini.
"Kamu sih yaan"
"Iya nih kamu sih yan. Untung kita gak dihukum macem-macem"
"Iya ya mungkin karena masih pagi ya yan jadi Bu Novi masih rada baik gitu"
"Udah-udah masih untung kita gak dihukum kan. Udah yuk cepet balik kelas"
Sekilas percakapan Ryan dan kawan-kawanya yang masih bisa bernapas lega pagi ini.
"Duduk siap grak! Berdoa mulai!" pimpin Jojo sebagai ketua kelas untuk mengawali kelas pagi hari ini. Rudi, dalam doanya selain meminta kelancaran untuk menimba ilmu pada hari ini, ada doa yang mungkin tidak dipanjatkan anak-anak lain. "Semoga aku bisa jadi ketua kelas ya Tuhan" itulah doa yang diucap Rudi dalam hatinya. Anak itu entah kenapa ingin menjadi ketua kelas. Dia ingin sekali sebenarnya dari awal menjadi ketua kelas, tapi Bu Novi lebih memilih Jojo di awal tahun pelajaran ini. Hampir di setiap doa pagi sebelum memulai pelajaran, Rudi seperti itu. Mungkin anak itu sedang ingin berlatih kepemimpinan di usianya yang masih sangat belia ini.
"Berdoa selesai" teriak Jojo mengakhiri keheningan ruangan kelas 3 ini
"Beri salam" sambung teriak Jojo
"Seeeelaaaaamaaaattt Paaaagiii Bu Guruuuu" saut dari seluruh siswa yang sudah mengerti aturan sekolah ini untuk mengucapkan salam selesai berdoa
"Selamat pagi anak-anak. Oke hari ini kita akan mulai dengan pelajaran matermatika ya. Keluarkan buku tulis dan LKS kalian" balas Bu Novi yang langsung memulai kelas pada hari ini.
Bu Novi memang dikenal sebagai sosok guru yang kalau anak-anak bilang "galak". Sangat disiplin dalam mendidik anak didiknya, membuat suasana kelas terkadang tegang. Sudah tidak terhitung lagi berapa anak yang terkena omelannya dan lemparan penghapus papan tulis kapur kelas ini. Anak-anak yang membuat gaduh kelas dan ngobrol sendiri saat jam pelajaran menjadi target ketegasan Bu Novi itu. Sebenarnya niat guru itu satu, ingin agar anak didiknya menjadi siswa yang cerdas dan paham materi yang sedang diterangkan.
Materi pelajaran matermatika pagi ini yaitu pembagian dengan cara porogapet. Suatu strategi untuk memudahkan siswa membagi bilangan yang besar. LKS di sekolah ini menjadi andalan para guru karena berisi banyak soal-soal latihan ketimbang buku paket. Selain itu, LKS berisi kurikulum yang disesuaikan dengan kompetensi sesuai daerah masing-masing yang sebelumnya dirapatkan dan disusun bersama guru-guru se daerah. Sehingga lebih mudah dipahami peserta didik di suatu daerah, tak terkecuali di sekolah Rudi. Sepert biasa, Bu Novi menerangkan panjang lebar terlebih dahulu tentang materi porogapet ini. Ada 4 contoh soal yang sudah diterangkan di papan tulis kelas.
"Bagaimana anak-anak, sudah pahaam?" tanya Bu Novi kepada peserta didiknya
"Masih bingung buuu" balas siswa dengan kompak
"Oke ibu terangkan lagi ya. Ibu bakalan kasih 2 contoh soal lagi. Perhatikan benar-benar! Jangan ada yang melamun!" dengan nada sedikit kesal, Bu Novi menanggapi jawaban peserta didiknya. Bagaimana tidak, seperti sudah berbusa-busa mulut menjelaskan panjang lebar, ternyata masih banyak yang belum paham. Risiko menjadi guru, itulah yang harus dihadapi.
Rudi, sebagai siswa yang masuk sepuluh besar peringkat kelas sebenarnya sudah paham apa yang dijelaskan oleh gurunya itu. Tapi memang tidak dapat dipungkiri mayoritas teman-temannya masih belum memahami apa yang diterangkan tentang materi porogapet itu. Sehingga Rudi memilih untuk diam ketika ditanya Bu Novi apakah sudah memahami atau belum tentang materi yang sudah dijelaskan. Seringkali anak itu menjadi kelinci percobaan untuk maju kedepan mengerjakan contoh soal. Tidak disuruh majupun, Rudi mengajukan diri ketika memang tidak ada teman-temannya yang ingin mengerjakan soal di depan kelas. Mungkin karena keberanian itu menjadi salah satu modal Rudi memiliki keinginan untuk menjadi ketua kelas. Beberapa kesempatan, anak itu juga memaksa teman-teman lainnya untuk maju ke depan kelas dan mengerjakan soal yang diperintahkan guru di papan tulis.
"Sudah paham kan sekarang?" tanya Bu Novi kedua kalinya ketika selesai menjelaskan ulang materi
"Iya buuu sudaaah" jawab peserta didiknya
"Oke coba sekarang Rudi, Fitri, Jojo maju kedepan untuk mengerjakan soal yang Bu Guru sudah tulis" perintah Guru kelas itu kepada tiga siswa-siswinya
Ketiga anak itu tanpa pikir panjang langsung maju kedepan untuk menyelesaikan soal yang sudah disiapkan. Walaupun membutuhkan waktu yang agak lama. ketiga peserta didik Bu Novi itu mampu menyelesaikan soal-soal di papan tulis itu. Selesai mengerjakan, mereka kembali ke tempat duduk masing-masing. Bu Novi langsung menanyakan jawaban yang dikerjakan sudah benar atau belum ke peserta didiknya yang lain. Hanya jawaban dari Jojo yang masih belum sesuai. Akhrinya guru kelas itu menjelaskan dengan lugas jawaban yang seharusnya dari soal yang dikerjakan Jojo.
"Sekarang semuanya buka LKS halaman 15. Kerjakan soal bagian A dan B di buku catatan. Lengkap dengan caranya. Ibu mau ke ruang guru sebentar. Boleh tanya ke teman kalau belum paham, tapi jangan ramai! Gak ada yang main-main keluar atau kletekan (ketuk-ketuk meja seperti drum) ! Jojo, kalau ada yang ramai catat ya. Jaga kelas biar gak berisik!" perintah Bu Novi ke peserta didiknya dan Jojo sebagai penanggung jawab kelas ini.
Bu Novi memang dikenal sebagai sosok guru yang kalau anak-anak bilang "galak". Sangat disiplin dalam mendidik anak didiknya, membuat suasana kelas terkadang tegang. Sudah tidak terhitung lagi berapa anak yang terkena omelannya dan lemparan penghapus papan tulis kapur kelas ini. Anak-anak yang membuat gaduh kelas dan ngobrol sendiri saat jam pelajaran menjadi target ketegasan Bu Novi itu. Sebenarnya niat guru itu satu, ingin agar anak didiknya menjadi siswa yang cerdas dan paham materi yang sedang diterangkan.
Materi pelajaran matermatika pagi ini yaitu pembagian dengan cara porogapet. Suatu strategi untuk memudahkan siswa membagi bilangan yang besar. LKS di sekolah ini menjadi andalan para guru karena berisi banyak soal-soal latihan ketimbang buku paket. Selain itu, LKS berisi kurikulum yang disesuaikan dengan kompetensi sesuai daerah masing-masing yang sebelumnya dirapatkan dan disusun bersama guru-guru se daerah. Sehingga lebih mudah dipahami peserta didik di suatu daerah, tak terkecuali di sekolah Rudi. Sepert biasa, Bu Novi menerangkan panjang lebar terlebih dahulu tentang materi porogapet ini. Ada 4 contoh soal yang sudah diterangkan di papan tulis kelas.
"Bagaimana anak-anak, sudah pahaam?" tanya Bu Novi kepada peserta didiknya
"Masih bingung buuu" balas siswa dengan kompak
"Oke ibu terangkan lagi ya. Ibu bakalan kasih 2 contoh soal lagi. Perhatikan benar-benar! Jangan ada yang melamun!" dengan nada sedikit kesal, Bu Novi menanggapi jawaban peserta didiknya. Bagaimana tidak, seperti sudah berbusa-busa mulut menjelaskan panjang lebar, ternyata masih banyak yang belum paham. Risiko menjadi guru, itulah yang harus dihadapi.
Rudi, sebagai siswa yang masuk sepuluh besar peringkat kelas sebenarnya sudah paham apa yang dijelaskan oleh gurunya itu. Tapi memang tidak dapat dipungkiri mayoritas teman-temannya masih belum memahami apa yang diterangkan tentang materi porogapet itu. Sehingga Rudi memilih untuk diam ketika ditanya Bu Novi apakah sudah memahami atau belum tentang materi yang sudah dijelaskan. Seringkali anak itu menjadi kelinci percobaan untuk maju kedepan mengerjakan contoh soal. Tidak disuruh majupun, Rudi mengajukan diri ketika memang tidak ada teman-temannya yang ingin mengerjakan soal di depan kelas. Mungkin karena keberanian itu menjadi salah satu modal Rudi memiliki keinginan untuk menjadi ketua kelas. Beberapa kesempatan, anak itu juga memaksa teman-teman lainnya untuk maju ke depan kelas dan mengerjakan soal yang diperintahkan guru di papan tulis.
"Sudah paham kan sekarang?" tanya Bu Novi kedua kalinya ketika selesai menjelaskan ulang materi
"Iya buuu sudaaah" jawab peserta didiknya
"Oke coba sekarang Rudi, Fitri, Jojo maju kedepan untuk mengerjakan soal yang Bu Guru sudah tulis" perintah Guru kelas itu kepada tiga siswa-siswinya
Ketiga anak itu tanpa pikir panjang langsung maju kedepan untuk menyelesaikan soal yang sudah disiapkan. Walaupun membutuhkan waktu yang agak lama. ketiga peserta didik Bu Novi itu mampu menyelesaikan soal-soal di papan tulis itu. Selesai mengerjakan, mereka kembali ke tempat duduk masing-masing. Bu Novi langsung menanyakan jawaban yang dikerjakan sudah benar atau belum ke peserta didiknya yang lain. Hanya jawaban dari Jojo yang masih belum sesuai. Akhrinya guru kelas itu menjelaskan dengan lugas jawaban yang seharusnya dari soal yang dikerjakan Jojo.
"Sekarang semuanya buka LKS halaman 15. Kerjakan soal bagian A dan B di buku catatan. Lengkap dengan caranya. Ibu mau ke ruang guru sebentar. Boleh tanya ke teman kalau belum paham, tapi jangan ramai! Gak ada yang main-main keluar atau kletekan (ketuk-ketuk meja seperti drum) ! Jojo, kalau ada yang ramai catat ya. Jaga kelas biar gak berisik!" perintah Bu Novi ke peserta didiknya dan Jojo sebagai penanggung jawab kelas ini.
Bersambung....