Tuesday, 26 February 2019

AKHIRNYA PUNYA PEER GROUP

Assalamualaikum Wr.Wb.
Gimana kabarnya nih sob? Semoga baik-baik aja ya.
Hayoo siapa yang sekarang udah ngitungin hari menuju bulan ramadhan? Yuk mulai dari sekarang persiapkan diri untuk menyambut bulan yang agung ini.

Atas Kiri : Yogi (Blora), Bagus (Magelang), Else (Solo), Bayu (Ungaran), Ali (Tegal), Kevin (Ungaran), Opal (Sleman), Vega (Jakarta), Nadzif (Demak)
Bawah Kiri: Yefta (Temanggung), Maul (Solo), Alvian (Lampung), Fikri (Banyumas), Aris (Banjarnegara), Ignap (Semarang), Adul (Semarang), Hendra (Purworejo), Doni (Pati)

Kali ini aku mau nulis tentang peer group yang sudah hampir mau 4 tahun ini menemani aku selama di kota perantauan ini. Mungkin ini adalah peer group pertamaku setelah aku menempuh jenjang pendidkan dari SD-Kuliah ini. “Berarti gak punya temen deket dong?” Ya ada, temen kecil sih lebih tepatnya. Karena setelah SMA udah punya kesibukan sendiri-sendiri, jadi jarang ketemu dan komunikasi. Temen-temen SD-SMA juga aku anggap semuanya sama aja. Waktu di SMP-SMA aku banyak menghabiskan waktu dengan temen-temen organisasi. Jadi yang namannya peer group atau “geng” istilah populernya, gak ada sama sekali. Mungkin karena memang belum butuh atau gimana akupun gak ngerti. Tapi menurut teori, memang kebutuhan untuk memiliki peer group ini merupakan fase perkembangan dari remaja. Remaja yang lebih banyak menghabiskan banyak waktunya dengan teman sebaya yang sevisi/persamaan hobi/minat.

Kalau menurut kalian, punya peer group penting gak? Mungkin dulu aku menjawabnya gak penting. Ya sebelum mengenal orang-orang diatas itu. Sebelum Aku berstatus mahasiswa. Ternyata semakin banyaknya tuntutan dan kebutuhan, aku secara pribadi butuh orang-orang dekat yang bisa aku ajak ngobrol dan nyambung. Teman yang bukan hanya sekedar bertemu didalam kelas, tapi teman yang siap membantu kita kapanpun ketika membutuhkan. Teman yang bisa kita ajak main untuk menghilangakn kepenatan. Banyak waktuku selama kuliah dihabiskan dengan peer group ini selain waktu untuk kuliah dan organisasi.

Pertama kali diterima di Fakultas Psikologi Undip ini, apa yang aku cari? Ada yang bisa tebak? Hehe. Temen laki-laki jadi hal yang pertama aku cari. Karena kan memang rumornya (emang kenyataan) jurusan Psikologi masih didominasi kaum hawa. Menjadi laki-laki pertama yang masuk group line angkatan menjadikan aku “akward” di percakapan group. Banyak hal yang dibahas sama temen-temen perempuanku yang aku gak begitu paham hehe. Tapi akhirnya, lumayan juga kok laki-laki angkatanku. Ya 40 orang ada laah. Walaupun 1:5 dengan kaum hawa yang ada. Nah peer group laki-laki angkatanku terbagi dua, perkumpulanku namanya Bangga Uni Kantal dan yang satunya namanya Tusor. Tapi ada juga anak yang gak ikut kedua peer group itu. Akupun gak memepermasalahkan kamu mau peer group mana atau gak punya peer group. Ketika memang berteman sama laki-laki lain yang seangkatan ya udah biasa aja. 

Entah gimana peer group ini kebentuk. Sebenarnya anggotanya gak mengikat harus begini-begini atau harus disini selamanya, gak juga. Fleksibel banget. Bahkan orang-orangnya silih berganti. Ya karena isinya laki--laki mungkin ya, jadi no baper-baper. Pada awalnya dulu aku cuma deket sama empat orang, namanya Yogi (Blora), Hendra (Purworejo), Nando (Medan), dan Agung (Bandung) sampai kita punya MPC line sendiri. Lama-lama nambah nih orang-orang yang dimasukin ke MPC line, ada Nadzif (Demak), Bagus (Magelang), Alfin (Bekasi), Ali (Tegal), Maul (Solo), Adul (Semarang). Di semester satu kita sering keluar malem bareng untuk sekedar cari makan. Pernah sekali kita main bareng ke daerah Wisata Candi Gedong Songo Semarang. Eittt malah pulang dari situ si Nadzif sama Alfin kecelakaan wkwk. Mereka pulang duluan keburu-buru mungkin. Mulai dari situ kebentuk lah kemistri antara kita, mungkin karena cocok juga dan nyambung untuk diajak ngabanyol. Pernah si Yogi yang sakit tipes kalau gak salah, kita bawa rame-rame ke RS Undip dan membuat kita semua pindah kos ke ruang rawat inapnya dia. Kita malah berharap lama disitu, ruangan ber AC, Wifi, dan Tv menjadi alasannya wkwkwk.

Akhirnya kita bikin tuh group Line. Awal liburan semester satu saling nganter yang mau pulang kampung. Kosku yang lama pernah menjadi saksi bisu perkumpulang ini hehe. Kosku sempat dijadikan basecamp untuk sekedar main PES, main nginep biasa, main remi, ngerjain tugas bareng, dan jadi tempat peristriahatan sejenak sebelum lanjut berangkat kuliah lagi. “Rindu Kos Fikri” pernah jadi nama group line kami hehe, tapi yang paling awet nama groupnya “Calon Suami Idaman”. Karena wueeenaknya kosku, sempet juga pernah jadi basecamp angkatan untuk ngerjain berbagai tugas kaderisasi angkatan di semester 1.

Waktu silih berganti, akhirnya entah siapa yang memulai, dibikinlah group line baru yang menambah jumlah peer group kami dengan gabungnya Vega (Jakarta), Alvian (Lampung), Aris (Banjarnegara), Agung (Semarang), Kevin (Ungaran), Bayu (Ungaran). Alfin (Bekasi) memutuskan untuk tidak gabung lagi dengan peer group kami, tapi ya hubungan pertemanan tetep baik-baik aja sampai detik ini. Agung (Bandung) yang memutuskan untuk mencoba menjadi taruna Akmil lagi dan syukurnya memang cita-cita dia terwujud. Agung juga gak ada di group kami yang baru. Ya tapi lagi-lagi hubungan pertemanan dengan Agung tetap masih terjalin sampai sekarang, khususnya aku. Karena aku dan Agung adalah partner olahraga dan bisnis pada waktu semester 1-2 (berkat dia berat badanku turun drastis juga wkwk). Sesekali kita ketemu di Semarang kalau dia sempat pesiar ke Tembalang.

Entah siapa yang pertama kali mencetuskan nama peer group ini namanya Bangga Uni Kantal. Kita sempatkan minimal sebulan dua kali untuk sekedar ngopi bareng yang diselingi dengan cerita “nabi-nabi”/ main uno/ main remi/ atau diskusi isu-isu terhangat hehehe. Kita yang rame-rame pernah main ke Jogja langsung sehabis UAS  selesai di semester 3. Pernah juga aku bareng Maul, Hendra, Nadzif main ke daerah ambarawa dan Magelang. Terus aku bareng, Nadzif, Hendra, Bagus main ke daerah Jepara dan sekitarnya. Kadang sesekali kita olahraga bareng juga entah lari, renang, atau futsal. Ini video main ke Jogja yang sempet aku buat. Ya meskipun cuma kumpulan foto aku bikin video ehehe. Pernah juga kita sowan ke rumah Adul yang di Semarang untuk ngadain buka bersama di tahun 2018 kemarin.

Pernah lingkaran ini agak sedikit memanas, ketika dua orang temen deketku Aris dan Bayu sama-sama maju sebagai calon Ketua BEM F.Psikologi 2018. Beberapa kali kalau kita ngopi, Aris ada, Bayu gak ada, Bayu ada, Aris gak ada. Sekali keduanya ada, aku perhatikan mereka berdua jadi agak sedikit canggung untuk ngobrol, gak seperti biasanya. Eheheh. Tapi setelah Pemira Fakultas selesai, malamnya kita langsung ngopi bareng dan ya semuanya cair seperti semula. Biasalah bumbu-bumbu pertemanan. Lawan bukan berarti berhenti berkawan.

Tanpa disadari, sekarang kita udah fokus ke skripsi kita masing-masing, ya agenda ngopi tetep jalan sih hehe. Tepat tanggal 21 Februari 2019 kemarin, Nadzif dan Ali udah sidang skripsi. Kita sampai bikin banner untuk setiap anak yang nanti sidang. Bannernya berisi wajah kita semua wkwkwk. Seneng pasti ya temen deket kita akhirnya kelar dan bersiap ke kehidupan selanjutnya. Tapi kadang ngrasain juga waktu begitu cepat berlalu, nantinya kita akan berjalan sendiri-sendiri dengan banyak hal yang udah kita lalui bareng-bareng.

Tanggal 23-24 Februari kemarin kita juga mengagendakan makrab bareng peer group cewe yang ada diangkatan, kita kasih nama “makrab lintas peer group”. Kita makrab di rumah salah satu teman cewe yang ada di kawasan wisata Guci Tegal. Bersyukur masih bisa ada waktu untuk ngumpul gini. Di malam harinya, kita benar-benar saling mendengarkan cerita-cerita satu dengan lainnya. “Bonding Time” dua hari itu alhamdulillah berjalan dengan lancar. Sebenarnya ini bermula dari wacana kita yang laki-laki dari bulan januari untuk ngadain main. Ternyata peer group yang cewe yang mayoritas juga kita udah akrab sama mereka, mau ngadain main juga. Akhirnya kita berkolaborasi untuk main dengan tema makrab wkwk. Tau gak nama peer group yang cewe itu apa? Hello Kitty ehehe. 

Bersyukur telah ditempatkan di Psikologi Undip dan bertemu dengan orang-orang di peer group ini. Disini aku belajar banyak, mulai dari menerima diri sendiri, menerima orang lain, dan berlatih menjadi pendengar yang baik. Terimakasih telah membuat banyak cerita dalam hidupku yang sebelumnya belum pernah tertulis indah seperti ini. Terimakasih telah memberikanku begitu banyak pelajaran hidup. Terimakasih telah menjadi pelampiasan dari kepenatan kuliah dan organisasi. Terimakasih telah menerimaku dengan segala kekurangan yang aku miliki. Terimakasih telah memberi banyak tawa dan kehangatan. Terimakasih menjadi salah satu supporting system selama di bangku kuliah. Semoga lingkaran yang sudah terbentuk ini tetap akan terus ada sampai akhir hayat nanti

Mungkin banyak hal yang belum aku ceritakan disini. Postingan selanjutnya bisa aku bahas lebih detail lagi yaak hehe..
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Dokumentasi
1. Main Pertama Kali ke Kota Lama, Semarang (2015)



2. Main Kedua ke Candi Gedong Songo, Semarang (2015)




2. Main Ketiga ke Jogja (2017)


3. Main Keempat ke Ambarawa, Magelang (2017)





4. Main Kelima ke Jepara, Kudus, dan sekitarnya (2018)






5. Main keenam ke Salatiga (2018)


6. Makrab lintas Peer Group (Bangga Uni Kantal X Hello Kitty) (2019)






7. Dapet proyekan Dosen bareng (2017)


8. Kondangan bareng ke nikahannya anggota Hello Kitty (25 Januari 2019)


9. Sidang Skripsi Nadzif dan Ali (21 Februari 2019)


10. Buka Bersama di rumah Adul (2018)





Friday, 22 February 2019

Pulang

Satu kata yang sering dinanti para perantau. Ya kan? Mungkin kamu yang lagi baca blog ini juga merindukan kata itu untuk bisa diwujudkan. Bertemu dengan orang terkasih di rumah, orang tua. Dua orang yang selalu berharap kita dalam keadaan baik-baik saja di kota perantauan. Berbohong bahwa kita baik-baik saja atau bilang sudah makan padahal belum karena lagi ngirit pernah kita lakukan? Aku pernah. Gak mau bikin tambah beban mereka, pikirku.

Udah hampir mau 7 tahun aku menyandang status perantau. Dari SMA-kuliah ini interaksi dengan orang rumah terbatas karena ada jarak. Sebenarnya udah niat jadi perantau dari SMP, tapi gak diijinkan, ya sudah. Ingin masuk pesantren juga setelah lulus SD gara-gara terpukau dengan kehidupan pesantren yang di ulas pada program ramadhan yang ditayangin habis shubuh. Keren aja pesantren banyak kegiatan dan jadi fasih beberapa bahasa. Tapi niat itu cuma sebatas dihati, entah kenapa waktu itu gak berani nyampein ke orang tua hehe. Akhirnya dapet rejeki di SMP deket rumah aja. Nyesel? Gak laah. Bersyukur banget malah. Banyak hal yang semuanya bermula dari tempat itu. Termasuk mengenal organisasi dan kamu yang mungkin akan aku tulis di postingan-postingan selanjutnya.

Pulang, menjadi hal yang membuatku melihat perubahan asal daerahku. Terkadang, banyak perubahan yang membuatku kagum tentang kemajuan yang terjadi. Tapi, terkadang ada yang membuat aku secara pribadi belum puas. Belum bisa berbuat banyak untuk daerahku. Ilmu yang kudapat belum bisa seutuhnya aku aplikasikan agar bermanfaat bagi masyarakat di daerahku. Ya semoga suatu saat nanti setelah lulus kuliah ini ada yang sedikit bisa aku sumbangsihkan untuk daerahku.

Waktu SMA, akhirnya udah jarang di rumah, jarang ketemu temen-temen masa kecil hehe. Kalaupun pulang, ya sekedar say hello. Udah punya kesibukan masing-masing, lagi pula beberapa temen masa kecil udah pada pindah rumah. Cuma tersisa beberapa aja. Momen pulang lebih sering aku manfaatkan untuk bersih-bersih rumah atau sekedar motongin rumput di taman rumah. Sering juga jagaain warung punya mbah uti (read:nenek). Lumayan kan bisa ambil jajan gratis juga. Waktu kelas 1 SMA, karena belum dibolehin bawa motor ke kota perantauan, moda transportasi bus menjadi andalan untuk pulang. Tapi, kalau berangkat hari Senin dari rumah, jam setengah 5 habis sholat Subuh banget udah harus keluar rumah. Harus nyambung naik angkutan desa dulu ke terminal di pusat kecamatan, baru nyambung bus ke kota. Setelah kelas naik kelas 2, baru tuh boleh bawa motor, walau dengan proses lobbying hehehe. Karena baru dapet SIM C waktu kelas 3 SMA.

Setelah lulus dari SMA, aku dapat rejeki jadi mahasiswa di Kota Semarang. Pasti kalian tau kan gimana rasanya jadi mahasiswa? Ya karena ini dan itu, selama jadi mahasiswa udah jarang banget pulang ke rumah. Entah karena ada acara kaderisasi waktu masih jadi mahasiswa baru, laporan-laporan kuliah yang menumpuk, atau karena ada amanah organisasi mahasiswa. Bisa 2 atau 3 bulan sekali baru aku sempatkan pulang. Walaupun cuma hitungan hari aja sih di rumah.

Kata-kata yang selalu dilontarkan ibuku kalau mendekati weekend "Besok bisa pulang?" atau "Kalau gak ada kegiatan, pulang aja" atau "Ya udah, ibu aja yang kesana ya". Rasa gak enakan aku, ketika aku jawab "maaf bu belum bisa pulang ada kegiatan ini". Tapi, kalau pertanyaan nomor tiga itu dilontarkan ibuku, tanpa fafifu gass langsung pulang aku hehe. Pertanyaan nomor tiga itu sering dilontarkan ketika aku gak pulang 2 atau 3 bulan.

Puncaknya ketika aku sedang skripsi ini, dimulai dari percakapan ibuku waktu aku lagi mijetin beliau.

"Gak terasa ya dek kamu sama mas Rizki udah besar-besar. Mas Rizki udah mau nikah, dulu waktu masih di Semarang, juga jarang pulang, tau gitu dulu ibu yang ke Semarang ya biar ketemu. Setelah lulus, waktu dapet kerja juga jarang pulang, malah sekarang ditempatin di Banyuwangi. Kalau bisa diulang waktu, mungkin ibu pengin ke waktu beberapa tahun yang lalu. Nah kamu sekarang mumpung udah gak ada kuliah, udah gak ada organisasi, kalau gak ada apa-apa pulang ya. Sebelum nanti kerja dimana atau nikah terus nanti tinggal dimana. Sempetin pulang ya".

Nah-nah, udah tuh, makanya setelah cuma skripsian dan gak ada apa-apa, aku lebih memilih untuk pulang. Walau cuma sebentar. Memang ya waktu berjalan sangat cepat. Perasaan kemarin aku baru ngrasain cinta monyet ala anak SMP, sekarang udah dihadapkan dengan Skripsi aja hehe.

Oke, mungkin ini kata penutup postingan singkat ini:
Sudah kamu sempatkan pulang untuk sekedar menatap paras wajah ayah ibumu yang sudah memasuki usia senja walau sesaat? Atau sudahkah hari ini kamu sempatkan untuk sekedar tanya kabar orang tuamu? Atau kamu sekarang masih suka kesel ditanyain setiap hari oleh ayah atau ibumu tentang kabarmu diperantauan? atau kamu sering reject telepon dari ayah ibumu? Coba renungi bareng-bareng lagi yuk, berkat usaha dan doa mereka kita bisa berada diposisi ini loohh. Kelak, kalian akan berperan sebagai orang tua juga :)

Monday, 11 February 2019

Dingin

Dingin? Apa yang kamu suka dengan dingin?
Entahlah aku lebih suka kesejukan
Ketimbang kedinginan
Mungkin aku yang terlalu lemah atau dingin ini yang terlalu kuat
Sungguh dingin ini terasa merasuki pori-pori kulit dan menembus hingga tulang
Seperti pagi ini
Hari yang mengantarku kembali ke tempat perjuangan
Memperjuangkan apa yang menjadi amanahku
Dingin ini membuatku kurang menikmati setiap jengkal langkah
Ingin bergerak leluasa sekedar memanaskan suhu tubuh, mustahil kulakukan

Dingin
Apakah kamu selalu begini ke setiap insan?
Aaah mungkin kamu datang agar ada kehangatan yang muncul
Kehangatan yang sengaja dicari karena kehadiranmu
Iya, saat ini akupun demikian
Tapi entah, masih sangat sulit ku cari
Sulit mencari kehangatan seperti yang dia ciptakan
Dia yang mungkin kini juga kedinginan dan mencari kehangatan yang sama
Entahlah akupun hanya berandai-andai

Dingin
Kadang satu kata itu diartikan sebagai sifat
Sifat insan yang membuatnya sulit ditebak
Apa yang dia mau dan apa yang dia rasakan, hanya dia yang tahu
Atau sebenarnya dia juga tak tahu?
Bisa jadi
Dingin itu membuat siapapun lawan bicaranya kelimpungan
Merasa ada salah tapi tak punya salah
Merasa salah ucap tapi tak pernah berkata
Mungkin juga sifat itu datang karena kaum hawa sedang ada tamu?
hehehe mungkin saja
Hormon dikala itu memang tidak terkendali, katanya
Sebagai adam, akupun coba memahami
Dan sabar, iya sabar

Dingin
Mungkin akan cepat berlalu ketika sampai di titik akhir perjalanan ini
Tapi terkadang, akupun rindu saat itu hilang
Hilang dengan sejuta kisah dan cerita yang tercipta
Atau memang aku harus mengawalinya lagi?
Bisa jadi
Kisah dan cerita bisa selalu kita buat setiap waktu
Termasuk dengan dia
Dia yang masih sama-sama berjuang
Kapan?
Mungkin satu kata pertanyaan yang muncul
Aku jawab, ya saat inipun kisah dan cerita kita sedang tersusun
Tersusun dalam rindu yang menggebu
Terukir dalam setiap harap yang kita panjat
Semoga saja
Kepasrahan yang bisa kulakukan saat ini

Dingin
Selalu ku nikmati kehadiranmu
Bersyukur atas gejolak yang kau cipta
Semoga kau bisa ku nikmati dengan dia, berdua
Semoga, akupun bisa merasakan lagi dinginya dia
Merasakan langsung bagaimana raut mukanya terlipat
Inginkan tertawa sebenanrnya melihatnya
Tapi, kutahan
Aku tau suara terbahakku hanya akan membuatnya semakin melipat raut mukanya
Aaaah indahnya

Terimakasih, dingin



Saturday, 9 February 2019

Mentari

Kehadiranmu selalu ku tunggu
Di ufuk timur, pertama kali ku menjumpaimu
Kehangatanlah yang bumi ini rasakan atas hadirmu
Termasuk aku

Mencarimu kala itu, perjuangan yang ku lakukan
Mungkin aku orang pertama yang menemukanmu?
Entahlah
Aku selalu percaya padamu

Aku terpesona akan keelokanmu
Darimu, aku menemukan "sesuatu"
Ya, hanya kamu yang bisa menyinari dunia
Mengubah yang dulu gelap kini terang

Nyaman ketika aktivitasku ditemani hadirmu
Saking nyamannya, ditinggalmu ku tak mau
Aku sadar menggapaimu adalah hal yang mustahil
Saat ini, detik ini

Hari esok, biarlah Sang pengatur yang menentukan
Ku pasrahkan dirimu padaNYA
Namun ku percaya kamu tetap disana
Menanti akan sebuah harap

Walau rembulan berusaha menutupmu di kala malam
Tapi ku yakin kamu tetap setia menyinari
Menyinari diriku yang masih terjaga
Yang masih berharap kehadiranmu esok pagi

Jarak bukan penghalang diriku untuk melihatmu
Dari kejauhan, akupun percaya kamu tetap bisa menatapku
Tanpa suara, aku sampaikan harapku
Harapanmu? Semoga sama dengan harapku



Friday, 8 February 2019

Kenapa Masuk Fakultas Psikologi Undip Semarang?

Assalamualaikum Wr.Wb.
Haloo sobat blogger! Gimana kabarnya nih? Musim hujan gini jaga kesehatan ya sob. Apalagi lagi mewabah banget nih DBD atau Demam Berdarah. Pastikan ya sob bak mandimu bebas dari jentik nyamuk, gak ada benda yang mampu menggenangkan air, dan menutup bak-bak mandi di rumah sobat sekalian. Gak mau kan kamu atau anggota keluargamu menjadi target selanjutnya dari penyakit ini?

Nah kali ini aku mau cerita nih sob kenapa aku bisa masuk Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ini. Kira-kira ada yang bisa menjawab gak kenapa? Hayoo coba tebak aja dulu kenapa hehe. Nah sebelum cerita kenapa alasannya, aku akan singgung sedikit ya tentang Fakultas Psikologi Undip ini.

Tampak Depan Gedung Dekanat F.Psikologi Undip (read: gedung lama)

Fakultas Psikologi merupakan fakultas bontot atau fakultas terakhir yang didirikan di kampus Undip Semarang ini. Ciri khas fakultas ini yang paling mencolok, KEBANJIRAN KAUM HAWA. Iya fakultas ini kaum adam menjadi minoritas, ya kalau di angkatanku (read:2015) 1:4 lah kira-kira. Dari total 200 orang di angkatanku, 40 diantaranya pejantan tangguh. Selain itu, fakultas ini dikenal dengan logo trisulanya. Tampak seperti foto diatas (orang di foto itu hanya pemanis saja wkwk), gedung Dekanat Fakultas terpampang nyata logo trisula (Alhamdulillah gedung Psikologi udah pindah bukan yang di foto). Makannya kami mahasiswa Psikologi sering disebut pejuang trisula. Kenapa logonya trisula? Mungkin bisa menjadi bahan tulisan selanjutnya ya. Yang terakhir yang gak kalah mencolok dari ciri khas anak Psikologi Undip yaitu warna Pink (read: magenta nomor 7). Mulai dari bendera fakultas, sampai celana training olahraga anak Psikologi Undip warnanya sangat mencolok. Karena itu, aku cuma pake celana itu untuk keperluan mata kuliah olahraga aja waktu semester 1 dan emang lagi ada acara kampus yang mewajibkan pake celana training Psikologi. Gimana gak risih ya sob, kita laki-laki harus pake celana warna pink ngejreeeng gitu wkwkwk.

Pink Ngejrengnya nih Sob
(Diambil setelah "pendidikan kepemimpinan" Mahasiswa Baru)
Itu sedikit cerita ya sob tentang Fakultas Psikologi Undip. Nah aku mau ke inti topik kali ini. Jurusan Psikologi? Jurusan yang sangat tidak terbayangkan olehku saat kelas XI SMA waktu itu. Karena aku jurusan IPS nih sob (mana nih suara anak IPS???), jurusan yang dikenal istiqomah mengambil jurusan sesuai dengan kaidah ilmu yang dipelajari hehehe. Jurusan akuntansi dan manajemen menjadi inceran atau impianku kelas ketika kuliah nanti. Kenapa akuntansi? Aku seneng aja sob dengan hitung-hitungan, nyari laba-rugi, bikin buku besar, berkutat dengan utang-piutang dan hal-hal lainnya yang berbau akuntasi. Nilai mata pelajaran akuntansiku diatas rata-rata (diraih dengan kerja lembur bagai kuda) membuatku semakin yakin dan mantap untuk memilih jurusan ini. Guru akuntansi yang menjadi guru favoritku menambah keyakinanku itu. Disusul dengan jurusan manajemen yang menjadi prioritas keduaku. Kenapa? selain akuntansi, mata pelajaran ekonomi menjadi mapel favorit keduaku. Seru aja bahas-bahas tentang ekonomi. Entah kenapa yang berhubungan dengan duit aku menyukainya wkwkwk, tapi aku gak mata duitan kok.

"Lah kok kenapa gak masuk kedinasan, kan enak lulus langsung kerja" iya sempat terpikir memang pada saat memasuki kelas XI akhir, kedinasan yang bisa aku masuki dengan jurusan IPS akan aku coba semua. Tapi entah kenapa hasrat itu kian luntur. Ada hal-hal lain yang semakin mengurungkan niatku untuk masuk sekolah kedinasan yang salah satunya akan aku jelaskan di akhir-akhir cerita ini.

Daaan akhrinya aku mengalami yang namanya "perang" dengan teman saat duduk di bangku kelas XII SMA. Perang yang aku maksud disini adalah perang untuk kemungkinan kita bisa lolos dengan aman sesuai jurusan yang kita minati tanpa ada saingan yang lebih tinggi sesama teman di satu sekolah melalui jalur "SNMPTN" atau jalur undangan penerimaan mahasiswa lewat nilai rapot. Jurusan Akuntansi dan Manajemen UGM menjadi pilihanku waktu pertama kali mendaftar di guru BK. Masih aman pikirku. UGM memang menjadi favorit anak-anak sekolahku (read: SMA N 1 Purwokerto) untuk melanjutkan studi lanjutnya. Banyak senior-senior kami yang berada disana memang. Hanya selang beberapa hari, aku dapet kabar kalau dua jurusan itu diminati oleh beberapa temanku yang emang nilainya diatas aku. Lalu, aku cari-cari nih jurusan apa lagi yang bisa dimasuki jurusan IPS. "Psikologi" satu jurusan yang agak asing aku dengar. Setelah browsing tentang jurusan Psikologi, agak tertarik juga untuk masuk jurusan ini. Masih agak. Karena belum punya referensi universitas lain, aku memutuskan untuk pindah haluan ke pilihan pertamaku di UGM aku ubah menjadi jurusan Psikologi, "belum ada yang di jurusan ini juga" pikirku waktu itu yang memutuskan untuk meghapus tulisan akuntansi dan aku jadikan piliha kedua jurusan favoritku itu. Udah sempet adem gak ada yang milih jurusan Psikologi, eiittt ternyata ada lagi teman yang nilainya diatasku daftar di jurusan Psikologi juga, bahkan ada anak IPA juga yang mendaftar. Alamaaaak. Impianku waktu itu hanya satu, LOLOS SNMPTN. Mau gak mau aku banting stir lagi.

Universitas Indonesia menjadi rujukan keduaku. Akuntansi menjadi prioritas utamaku. Sebelum mengubah tulisan di catatan BK, aku bener-bener selediki siapa nih nanti yang di UI milih akuntansi dan psikologi. Niatku ke UI ini pun aku sampaikan ke orang tua. Penolakan yang aku terima dari orang tua, terutama ibu. Khawatir akan pergaulan yang bebas menurutnya. Hmm, dilema juga ya milih studi lanjut gini. Dan benar saja, blesss ada saja temanku yang nilainya diatasku mendaftarkan diri ke jurusan Akuntansi dan Psikologi UI. Hampir pesimis waktu itu. Cliiinggg, Undip atau Universitas Diponegoro menjadi univ yang aku tuju. Gak sepopuler UGM maupun Unsoed, Undip terkadang masih dipandang sebelah mata oleh anak-anak sekolahku. Cadangan terakhir pikir mereka kalau Undip itu. Karena jurusan Akuntansi maupun Manajemen Undip sudah ada teman-temanku yang mendaftar dan lagi-lagi mereka nilainya diatasku, FIX jurusan Psikologi Undip menjadi pilihan pertamaku karena gak ada pesaing dari sekolahku juga dan jurusan Akuntansi beralih menjadi pilihan keduaku. Sempet minder juga sih, pernah ada yang bilang "ngapain di jurusan itu, itu jurusannya masih akreditasinya B, eman-eman" katanya begitu. Bukan Fikri sebenarnya kalau cuek aja dengan omongan orang lain. Mulai dari aku memutuskan untuk memilih Psikologi Undip, hampir disetiap sujud terakhirku, aku selipkan doa dalam hati agar bisa lolos jalur SNMPTN di Psikologi Undip (ini beneran wkwk, kalian praktik juga coba kalau punya hajat/keinginan sesuatu). Sempat ada keraguan sebenarnya, karena gak ada track record dari alumni SMAku di jurusan Psikologi Undip. Undipnya aja udah jarang peminatnya, apalagi ini jurusan Psikologi. Menurut kabar burung yang beredar, peluang lolos dari jurusan yang kita inginkan lebih besar ketika ada alumni SMAnya disitu dan berprestasi. Katanya begitu. Yaah apa boleh buat semua udh aku putuskan, pasrah menjadi jalan terakhirku kala itu. Sing penting yakin kalau kata orang-orang hehe.

"Deg-deg-deg-deg" jantung berdebar lebih kencang daripada biasanya. Pengumuman SNMPTN tahun 2015 membuat kaya orang linglung wkwkwk.. Bener-bener pikiran udah kemana-kemana, makan gak enak, ngapa2in juga resah terus bawaanya. Serasa mau nglamar doi (padahal belum pernah ngrasain lamaran). Teeeng tepat pukul 17.00 WIB aku buka tuh pengumumannya. Girang bukan main ketika yang muncul adalah kotak warna hijau. LOLOS. Girang bukan main sob. Langsung aku peluk erat ibuku yang ikut deg-degan juga nunggu pengumuman. Udah gak bisa berkata-kata lagi. Impianku yang aku tuliskan di status Facebook pas kelas X untuk lolos SNMPTN terwujud. Daaan akhirnya FIX aku mengambil jurusan Psikologi Undip. Sempat kepikiran pengin nyoba SBM sama kedinasan yang lain (read: PKN STAN dan Akademi Ilmu Permasyarakatan), tapi jujur aku gak tega sob ngelihat temen-temenku masih banyak yang uring-uringan gara-gara gak lolos SNMPTN. Kemaruk. Satu kata yang aku sematkan kalau aku masih pengin nyoba yang lain. Gak bersyukur banget pikirku kala itu kalau beneran pengin nyoba jatah orang lain di kesempatan yang lain. Itulah salah satu alasanku kenapa keinginanku untuk coba kedinasan kandas. Lebih tepatnya aku kandaskan hehe.

Bersamaan dengan dipostingnya tulisan ini, pas juga kan ya lagi masa-masa adik-adik kelas XII SMA/SMK/MA sedang proses dilema, proses pencarian, proses bingung mau lanjut kemana. Semua pernah mengalami itu kok. Ya gak sob?hehe.. Jalani nikmati aja. Yakinlah dengan semua proses yang kalian lalui. Pasti Alloh sudah menjamin kalian akan ditempatkan dimana kelak kok. Nah bagi sobat blogger yang mungkin tertarik juga dengan Jurusan Psikologi, apalagi ambilnya Jurusan Psikologi Undip yang sekarang alhamdulillah akreditasinya udah A apalagi ditunjang dengan gedung yang super ciamik dan GUEDEEEnya, udah diresmikan Rektor Undip pula, (lihat foto dibawah ya sob untuk gedung barunya, biar aku gak dibilang penyebar hoax), boleh lah isi kotak "Tempat Kritik/Saran/Curhat" diatas. InsyaAlloh kita bisa diskusi lebih panjang dan sobat boleh buanget tanya sepuas-puasnya. Konsultasi sekalian juga boleh hahaha. Atau boleh komentar nih dibawah postingan ini nanti pasti aku respon kok. Sobat boleh  juga nih kepo-kepoin Website Fakultas Psikologi Undip atau nonton video profil F.Psikologi Undip. Semoga sobat blogger yang sedang berjuang di SNMPTN/SBMPTN nanti/jalur lainnya diberi kemudahan segalanya dan diberikan yang terbaik ya sob. Aamiin.

Sekian yang bisa aku tulis di postingan ini.
Semoga sedikit bermanfaat.
Jangan lelah jadi #OrangBaik ya sob!! Semangat selalu!!
Wassalamualaikum Wr.Wb.


Lampiran Foto Gedung Baru F.Psikologi Undip


Gedung F.Psikologi Undip yang akan datang

WOW

Logo Trisula terpampang guedeeee

Logo Trisula dan Warna khas Psikologi "magenta" di gedung baru

Gedung baru F.Psikologi Undip tampak dari kejauhan

Sumber foto gedung baru:
http://www.kampusundip.com/2018/08/update-pembangunan-gedung-baru-fakultas-psikologi.html
http://www.kampusundip.com/2017/04/desain-gedung-baru-fakultas-psikologi.html

Thursday, 7 February 2019

Rudi "Hujan"

"bressss" hujan turun dengan derasnya. Membasahi setiap dedaunan, memberi kesegaran bagi setiap tumbuhan yang kerontang tak terawat oleh pemiliknya. Jalan beraspal yang beberapa waktu lalu panas menyengat kulit menimbulkan fatamorgana, kini ramai dilalui gerombolan anak sekolah yang bergegas berlarian menuju rumah masing-masing agar hujan tak semakin menjadi badai. Terlihat beberapa anak sekolah berseragam putih biru memilih berteduh di pinggiran toko sambil menenteng plastik berisi sepatu. Agar tidak basah maksud mereka. Berteduh bersama beberapa pengendara motor yang memilih untuk menepi. Terlihat anak-anak maupun orang dewasa sama-sama memeluk erat diri mereka dengan tangan. Mungkin dengan cara itu, kehangatan dari dinginya hujan mereka dapatkan.

"wess trabass" pikir Rudi yang memilih untuk menerjang jutaan liter air yang turun dari langit dengan sepeda biru kesayangannya. "Halaah hujan air juga, ayo terjang aja" teriak Rudi ke teman-temannya yang juga pengayuh sepeda sebagai transportasi pulang-pergi ke sekolah. Tapi apa boleh buat, teman-teman Rudi memilih untuk berteduh di sekolah. Bukan Rudi namanya kalau dia gak cuek. Dia tetap memilih untuk pulang ke rumah. Sebelum benar-benar menerjang hujan siang ini, Rudi memastikan sepatu, buku, dan peralatan sekolah lainnya sudah aman di tas. Tas itu sudah dia bungkus dengan mantel. Hanya tasnya. Rudi hari ini meninggalkan jas hujannya yang kemarin dia pakai juga. Musim hujan, membuat perlengkapan "penerjang hujan" selalu disiapkan, tapi tidak untuk hari ini.

"ceproootttt" baru sampai di depan sekolah, Rudi terkena cipratan dari genangan air yang dilalui oleh kendaraan beroda empat itu. Ingin mengumpat dengan beragam perkataan. Bagaimana tidak, seragam Rudi yang putih itu terkena air berwarna coklat itu. "aaah sudahlah, mungkin pengendara itu juga tidak sengaja" Rudi sedang mujur bisa menahan untuk tidak naik pitam. Anak itu memang selalu begitu, selalu menahan apa yang membuat dia marah. "Lebih baik diam kalau marah, jangan diluapkan" menjadi semboyan pedoman Rudi selama ini. Tanpa pikir panjang, Rudi melanjutkan mengayuhkan roda duanya agar cepat sampai rumah.

Disepanjang perjalanan, Rudi melihat beberapa anak kecil yang sedang asik menikmati hujan kali ini. Bagaikan "waterboom" gratis yang Tuhan turunkan bagi anak-anak itu. Masa dimana turun hujan sebagai pertanda untuk main air sepuasnya. Bahkan dengan mencipratkan air menggunakan kaki mungil mereka, senyum lebar dapat tercipta olehnya. Gelak tawa yang ada seakan-akan mereka tidak mempedulikan sosok ibu yang sudah siap-siap di rumah "menghabisi" dengan segala silat lidahnya. Bahagia. Hanya itu yang mereka rasakan sekarang. Rudi hanya tersenyum manis melihat hal itu. Teringat masa kecilnya yang merengek meminta hujan-hujanan kepada Ibunya dan betapa girangnya ketika sang Ibu menjawab "Ya boleh sanah, jangan lama-lama tapi. Kalau ada petir, pulang". Kata "boleh" hanya menjadi kata yang diperhatikan Rudi kala itu. Berjam-jam mampu Rudi habiskan untuk bermain air, membuat saluran air, ataupun sengaja menyumbat saluran air, biar seperti bendungan pikirnya kala itu. Suara petir pun tak dihiraukan Rudi. Akan selalu ada cara untuk menikmati hujan. Teras depan rumah Rudi yang luas sengaja dia guyurkan dengan air hujan yang sudah ditampung. Daaan jadilah lantai itu bagai prosotan di kolam renang. 

Sambil terus mengenang masa kecilnya, Rudi melihat pedagang es kelapa muda. Dagangannya kali ini tidak ada pembeli. Beda cerita dikala langit panas bagai neraka bocor kata orang-orang, es kelapa muda menjadi primadona menghilangkan dahaga. Dengan harga yang terjangkau, semua kalangan mampu menikmati kesegaran es kelapa muda karena harganya yang terjangkau. Tidak jarang, orang-orang harus mengantri. Kalau panas begitu. Kalau hujan begini, banyak orang yang memilih mencari kudapan yang mampu menghangatkan tubuh. Rudi agak memelas dengan pedagang itu. "Bagaimana dagangan dia hari ini ya, terus kalau gak laku dikemanain es kelapa mudanya? Rugi dong ya" pikir anak itu sampai tak sadar bahwa hujan semakin deras.

"byurrrrr" kali ini Rudi terkena semprotan air dari sepeda motor di depannya. Dengan sigap Rudi langsung membersihkan mukanya dengan tangan. Terasa bercampur tanah dan kerikil. "asemmmm" kata-kata spontan dari anak itu keluar dari mulutnya, tapi dia langsung beristighfar karena telah mengluarkan kata-kata yang tak pantas untuk diucapkan. Dua kali sudah Rudi mendapatkan "rejeki". Akhrinya Rudi memutuskan untuk mengayuh lebih kencang sepedanya.

"aahhh segarnyaaa semangkuk bakso itu" kini Rudi melewati pedagang bakso yang sibuk meracik dagangnya untuk siap disuguhkan kepada para pembelinya. Bakso dengan kuahnya yang hangat, menjadi makanan favorit masyarakat Indonesia dikala hujan melanda. Ramai. Begitu sesak tempat itu dengan orang-orang yang ingin mencari kehangatan dari semangkuk bakso. Tua, muda semua berkumpul disana. "andai saja di rumah nanti tiba-tiba ada semangkuk bakso dengan kuah yang berasap, akan kuhabiskan dalam beberapa menit saja" angan Rudi yang sepertinya mustahil terwujud. "siapa yang beliin tapi ya?" Rudi kembali bertanya pada diri sendiri tentang keinginannya menyantap makanan itu. Rejeki nomplok memang kalau hujan seperti ini bagi pedagang bakso.

Melewati tempat yang biasa anak-anak sekolah menunggu bus maupun angkutan umum, Rudi sedikit terpana. Terpana melihat Gadis gingsul. Sukma sang bintang kelas itu sedang menunggu bus yang menjadi alat transportasi dia untuk pulang ke rumah yang berada di desa sebelah tempat Rudi tinggal. Terlihat Sukma sedang asik mengobrol dengan teman-temannya. "Rejeki ketiga" menjadi hal yang terbesit dipikiran anak muda itu yang sedang dilanda demam "cinta monyet". Rudi hanya bisa memandang dari jauh senyum khas Sukma. Kondisi hujan seperti ini tidak memungkinkan Rudi menyapa apalagi menemui Sukma. "Waah seharian tadi kayanya gak lihat Sukma di sekolah" kata Rudi dalam hati yang melaju menjauh dari tempat Sukma berasa.

Bahagia. Rudi menjadi senyum-senyum sendiri selama perjalanan menuju rumah. Hujan menjadi tidak terasa menyentuh kulit Rudi lagi. Rejeki penutup yang indah di kala hujan ini menurut Rudi. Anak muda itu percaya bahwa Tuhan sudah menetapkan rejeki bagi setiap mahluk yang diciptakan di bumi ini. Hujan, menjadi suatu rahmat yang tiada tara yang Tuhan turunkan untuk membasahi bumi. Rejeki bagi tumbuhan tidak terawat oleh pemiliknya yang mendapat air untuk proses pertumbuhannya, rejeki bagi anak-anak bermain air yang tak mampu untuk sekedar berwisata ke kolam renang, rejeki bagi pedagang es kelapa muda yang mungkin keesokan harinya ada pemborong membeli dagangannya, rejeki bagi pedagang bakso yang kali ini kewalahan meladeni pelanggan, dan rejeki bagi Rudi. "Rejeki bukan hanya sekedar uang bukan?" tanya Rudi dalam hati. Kesehatan, terhindar dari kecelakaan, merasakan kebahagiaan dan gelak tawa, mampu menahan amarah, menjadi sebuah rejeki tersendiri menrut Rudi. Termasuk melihat senyum Sukma, yang menjadi rejeki dan pelengkap cerita "HUJAN" hari ini.

Wednesday, 6 February 2019

Rudi "Depan Rumahmu"

Motor hitam legam nan mengkilat sudah selesai di poles oleh Rudi. Gas motor tak lupa dinyalakan untuk memanaskan mesin agar siap dipacu nanti. Kicauan burung dan suara gemricik air dari aliran sungai kecil depan rumah, membuat suasana pagi khas pedesaan yang akan selalu dirindukan. Rudi seorang pemuda desa Sukamulyo yang saat ini menjadi pelajar SMA dan memutuskan untuk merantau ke Kota. Alasan yang cukup masuk akal di era serba digital, ingin menjadi sosok yang selangkah lebih "maju". Menjadi keinginan kuat Rudi, anak yang dikenal penurut, tapi dianggap cuek oleh teman-temannya. Harapnya sih, kota memberikan masa depan yang cerah bagi pemuda desa itu. Namun, ada seseorang yang membuat Rudi rindu. Namanya remaja, masa dimana manusia mengenal namanya cinta dan tertarik dengan lawan jenis. Ya, Rudi sedang mengalami masa-masa itu. Tapi, jarak dan waktu membatasi hasrat Rudi yang sedang menggebu itu.

"Rudii, sarapan dulu, ini udah siap"

Suara lembut Bu Retno terdengar. Ibu dari Rudi yang sudah memasakan makanan kesukaan anaknya, kering tempe. Telur dadar hangat yang baru keluar dari penggorengan menjadi pelengkapnya. Suara lembut tersebut sekaligus membangunkan lamunan Rudi dari sosok gadis desa sebelah. Sukma namanya. Gadis desa yang anggun nan cerdas. Menjadi bintang kelas adalah gelar yang disandangnya selama bersekolah dari tingkat dasar hingga tingkat atas. Sukma berhasil memikat hati pemuda manapun yang melihat dan kenal dengan dia. Termasuk Rudi. Salah satu pemuda yang dimabuk "cinta monyet" kala dia duduk di bangku SMP dengan Sukma.

"Rud, ayo sarapan sebelum dingin nasinya"
"Iya bu, ini udah selesai ngelap motornya"

Rudi bergegas menuju meja makan untuk sarapan. Tak lupa ucapan "terimakasih" keluar dari mulut pemuda itu kepada ibunya yang sudah bersusah payah untuk menyiapkan sarapan pagi ini. Bu Retno membalas dengan senyuman tulus kepada anak bungsunya itu. Dalam benak wanita berusia kepala empat itu terbesit bahwa waktu begitu berjalan sangat cepat. Tak terasa sekarang anaknya telah beranjak menjadi pemuda nan gagah. Lucu ketika membayangkan dulu Rudi kecil mencorat-coret tembok rumah dengan spidol warna, lalu ketahuan olehnya, Rudi hanya bisa menangis dan merengek meminta maaf karena takut kena marah. "Aah itu dulu, mana mungkin sekarang anaku menangis dan merengek" ucap Bu Retno dalam hati kecilnya. Sambil terus menatap Rudi yang tengah lahap menghabiskan makanan kesukaannya, Bu Retno menaruh harapan dan doa, semoga anaknya kelak menjadi anak yang soleh, selalu berbakti pada orang tua, dan dapat mencapai cita-cita setinggi mungkin. 

"Alhamdulillah. Bu sudah selesai. Rudi pamit ya bu berangkat dulu. Kemungkinan minggu depan belum bisa balik, ada kegiatan organisasi di sekolah Rudi"
"Oh iya Rud. Gpp. Semoga lancar ya kegiatannya. Tetep jaga kesehatan ya. Ya udah berangkat sekarang udh jam segini"

Rudi yang sudah selesai sarapan, menuju kamarnya untuk mengambil tas dan bergegas kembali ke ruang tengah untuk mengambil "jajan" yang selalu disiapkan ibunya ketika Rudi akan kembali ke perantauan. Dipikirnya sambil melihat plastik penuh "jajan" itu, "aahh, ini kayanya cukup untuk persediaan dua minggu". Sambil ikut memastikan tidak ada barang anaknya yang tertinggal, Bu Retno mengantarkan anaknya ke teras rumah. Tak lupa pesan seorang Ibu yang selalu khawatir dengan anaknya apabila mengendarai sepeda motor "Jangan ngebut Rud, nyantai aja. Suka ngalah aja". Ucapan itu sudah Rudi hafal dari awal dia bisa mengendarai sepeda motor. Dijawabnya dengan santai oleh Rudi "Ya bu, siap". Saat Rudi mulai melajukan kendarannya, Bu Retno menghembuskan nafas yang panjang. Bu Retno kini sendiri, sepi tanpa ada anak-anak dan suami yang menemani. Sang sulung yang tak tentu waktu pulangnya kini sedang berjuang bekerja mengumpulkan pundi-pundi sebagai bekal untuk masa depan di kota ujung pulau Jawa. Juga sang suami yang terkadang satu bulan sekali baru sempat pulang ke rumah. Seperti si sulung, suami Bu Retno sedang berjuang mencari nafkah untuk menghidupi keluarga kecilnya ini. Untung Bu Retno bekerja sebagai guru di sebuah SMP. Pekerjaan tersebut berhasil menjadi pelipur lara dalam kesendirian dan kesunyian rumah. Meskipun sesaat. Setelah selesai mengajar, Bu Retno harus kembali ke rumah yang tak seramai dulu ketika si Sulung dan Rudi masih kecil-kecil. "Ahhh andaikan waktu bisa kembali ke masa itu, betapa senangnya hati ini" gumam Bu Rudi dalam hati saat melihat Rudi dan sepeda motornya sudah tidak ada di depan matanya.

"Wah kayanya, lewat jalan pintas desa sebelah aja kayanya sepi" ucap Rudi dalam hati. Padahal asli niat pemuda itu agar bisa melewati depan rumah Sukma. Gadis yang pernah menjadi "cinta monyetnya" saat duduk di bangku SMP. Meski bukan yang pertama bagi Rudi, tapi Sukma memberikan kesan dan tempat tersendiri bagi pemuda desa beralis tebal dan berhidung mancung itu.  Nyaman, satu kata bagi Rudi yang membuatnya sulit untuk jauh dan melupakan Sukma. Padahal, lidah Rudi kaku seketika saat bertemu dengan Sukma. Mengucap kata sangat berat. Tak hanya lidah, tingkah Rudi begitu kaku dan cenderung salah tingkah walau sekedar berpapasan serta bertegur sapa dengan Sukma. Aneh. Rudi merasa aneh dengan situasi ini. Pacarpun bukan, mantan lebih tepatnya, tapi entah kenapa Sukma membuatnya tergila-gila. Walau sempat Rudi memiliki tambatan hati yang lain, tapi ternyata hanya Sukma yang bisa sebagai tempat berlabuh. "Menyesal" satu kata yang membuat Rudi merasa berasalah pernah menambatkan hatinya pada gadis lain. Walaupun hal itu dia lakukan saat masih SMP. "Masa lalu", semua telah jadi cerita, Rudi kini hanya ingin menjaga, menjaga yang belum tentu dia miliki, menjaga agar harapannya suatu saat nanti terwujud, menjaga suatu hal yang kini masih dalam angan. Terlalu jauh sebenarnya apa yang dipikirkan Rudi, ya itulah Rudi apa boleh buat.

Motor bebek hitam diperlambat Rudi ketika memasuki jalan dimana nanti akan melewati depan rumah Sukma. "Semoga dia di depan rumah atau sedang berjalan di jalan ini" harap Rudi dalam hati. Ketika mendekati depan rumah Sukma, Rudi merasakan detak jantungnya semakin terpacu dengan cepat. Kondisi ini selalu terjadi. Karena melewati depan rumah Sukma bukan sekali ini Rudi lakukan. Pemuda itu memang selalu memilih jalan yang sama saat dia pergi ke perantauan maupun saat pulang dari perantauan. "Wusssssssss" Rudi dan motornya berlalu begitu saja tanpa berjumpa dengan sosok yang dia harapkan. "Belum rejeki, belum rejeki" gumam Rudi seketika. Gas motorpun semakin ditancapkan lebih kencang agar sampai di kota tidak terlalu siang.

Sudah sangat lama Rudi tidak bertemu dengan gadis pujaannya tersebut. Sebenarnya bisa saja Rudi sengaja main ke rumah Sukma, tapi apa daya, nyali Rudi belum begitu besar untuk bertemu. Belum jadi apa-apa dan bukan siapa-siapa pikir Rudi. Oleh karena itu, dengan lewat depan rumah Sukma, menjadi salah satu cara untuk sekedar bertegur sapa dengan gadis manis bergigi gingsul itu. Sebatas melepas kerinduan. Kerinduan antara pemuda dan pemudi yang dimabuk kasmaran. Aduhai indahnya, meski terkadang rindu membuat batin ini tak tenang. Sulit untuk dibendung. Hanya senandung nyanyian kerinduan yang bisa Rudi nyanyikan selama perjalanan ke kota.

"Minggu depan waktu pulang kampung aku akan lewat DEPAN RUMAHMU lagi" perkataan yang selalu diucapkan Rudi ketika belum bertemu Sukma. Harapnya dapat menyapa langsung bukan lewat pesan singkat. Semoga.

Tuesday, 5 February 2019

Dukungan

Assalamualaikum Wr.Wb.
Semangat Pagi sobat blogger!
Gimana nih kabar nih sob? Udah usang sekali ya blog ini diam membisu hampir 3 tahun lamannya. "Wei kemana aja sih 3 tahun itu?" Saaaans, aku masih disini aja kok. Gak meluangkan waktu aja sih buat nulis gini. "Lah kok sekarang tiba-tiba nulis lagi?" Yaap, mungkin ini ada kaitannya dengan judul postingan ini, "DUKUNGAN".

Pasti sobat sekalian udah pada tau ya apa itu dukungan, bentuk-bentuknya, dan gimana caranya kasih dukungan.  Bahkan sobat pasti pernah menjadi pelaku pemberi dukungan dan menerima dukungan dari orang lain. Pernah kasih dukungan ke siapa aja nih sob? Teman? Sahabat? Doi? Orang tua? Atau malah sobat yang sering dapet dukungan dari mereka? Ya, sama aja seperti akhirnya aku memutuskan untuk coba nulis lagi di blog ini, karena ada "DUKUNGAN". Ya walaupun dengan kata-kata yang simpel "Ayok nulis lagi". Hal itu aku artikan sebagai ajakan dan dukungan$ untuk aku memulai nulis lagi. Nah, ngasih dukungan gak perlu yang ribet bukan? Cukup dengan satu kalimat bisa mengubah hidup seseorang.

"Pasti kamu bisa kok nglakuin hal itu"
"Jangan menyerah ya, ayo berjuang lagi"
"Semua orang punya kesempatan untuk sukses, semangat ya!"
"Gpp kok gagal, masih ada waktu untuk mencobanya lagi"
"Coba dulu aja, masalah hasil urusan belakang"

Pernah denger kata-kata itu? Atau sobat yang mengeluarkan kata-kata itu ke orang lain? Iya itu sebagian kecil contoh dukungan dalam bentuk kalimat. Apa yang sobat rasakan ketika mendengar kata-kata itu saat lagi down, putus asa, takut untuk mencoba hal baru? Atau apa yang sobat lihat dari orang lain ketika mendengar kata-kata itu dari sobat sendiri? Aku yakin sih, orang yang terpapar energi positif seperti itu minimal menumbuhkan semangat untuk melanjutkan hidup ini, melanjutkan perjuangan yang pernah berhenti, dan percaya akan kemampuan yang dimiliki.

"Kamu bisa apa si"
"Dasar gak mudengan"
"Gini aja gak bisa, apalagi nglakuin hal lain"
"Aku gak yakin kamu bisa lolos tes"
"Cupu lah, udah kamu gak usah ngapa2in"

Pernah denger kata-kata itu? Atau sobat salah satu pelakunya? Hayooo hehe. Gpp setiap orang pernah khilaf baik sadar maupun tidak sadar. Apa yang sobat rasakan pas lagi down banget malah dengerin kata-kata itu dari orang-orang sekeliling? Iya begitu rasanya pasti gak enak, mungkin orang lain yang dapet kata-kata itu dari kita ngrasin hal yang sama. Bayangkan udah berapa orang yang kita patahkan semangatnya untuk mencapai hal yang dia cita-citakan. Orang jadi gak percaya lagi akan kemampuan dirinya. Minder untuk ketemu orang lain. Bahkan membuat orang lain jadi putus asa, stres, frustrasi, bahkan berakibat dengan mengakhiri hidupnya. Ngeri bukan? Akibat kata-kata sepele yang kita lontarkan dapat berakibat fatal seperti itu.

Jadi, yuk biasakan ganti kata-kata negatif dengan kata-kata positif. Ucapan adalah doa kan? Nah kalau kita terbiasa dengan kata-kata "bisa", aku yakin kita bener-bener "bisa" nglakuin apapun. Kalau belum tercapai? Coba lagi. Percaya selalu akan takdirNYA. Jangan pernah lelah untuk memberi dukungan untuk orang lain dan untuk diri kita sendiri. Orang lain bisa mempengaruhi kita, tapi percayalah semuanya itu ada di kendali kuasa kita untuk memilih! Memilih untuk maju atau mundur. Memilih untuk berhenti atau terus berjuang.

"Sesungguhnya Alloh tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka" QS Ar-Ra'd:11

Semangat selalu ya sob!
Jangan lelah menjadi #OrangBaik
Aku yakin kamu BISA! Iya kamu hehehe
Wassalamualaikum Wr.Wb.