Motor hitam legam nan mengkilat sudah selesai di poles oleh Rudi. Gas motor tak lupa dinyalakan untuk memanaskan mesin agar siap dipacu nanti. Kicauan burung dan suara gemricik air dari aliran sungai kecil depan rumah, membuat suasana pagi khas pedesaan yang akan selalu dirindukan. Rudi seorang pemuda desa Sukamulyo yang saat ini menjadi pelajar SMA dan memutuskan untuk merantau ke Kota. Alasan yang cukup masuk akal di era serba digital, ingin menjadi sosok yang selangkah lebih "maju". Menjadi keinginan kuat Rudi, anak yang dikenal penurut, tapi dianggap cuek oleh teman-temannya. Harapnya sih, kota memberikan masa depan yang cerah bagi pemuda desa itu. Namun, ada seseorang yang membuat Rudi rindu. Namanya remaja, masa dimana manusia mengenal namanya cinta dan tertarik dengan lawan jenis. Ya, Rudi sedang mengalami masa-masa itu. Tapi, jarak dan waktu membatasi hasrat Rudi yang sedang menggebu itu.
"Rudii, sarapan dulu, ini udah siap"
Suara lembut Bu Retno terdengar. Ibu dari Rudi yang sudah memasakan makanan kesukaan anaknya, kering tempe. Telur dadar hangat yang baru keluar dari penggorengan menjadi pelengkapnya. Suara lembut tersebut sekaligus membangunkan lamunan Rudi dari sosok gadis desa sebelah. Sukma namanya. Gadis desa yang anggun nan cerdas. Menjadi bintang kelas adalah gelar yang disandangnya selama bersekolah dari tingkat dasar hingga tingkat atas. Sukma berhasil memikat hati pemuda manapun yang melihat dan kenal dengan dia. Termasuk Rudi. Salah satu pemuda yang dimabuk "cinta monyet" kala dia duduk di bangku SMP dengan Sukma.
"Rud, ayo sarapan sebelum dingin nasinya"
"Iya bu, ini udah selesai ngelap motornya"
Rudi bergegas menuju meja makan untuk sarapan. Tak lupa ucapan "terimakasih" keluar dari mulut pemuda itu kepada ibunya yang sudah bersusah payah untuk menyiapkan sarapan pagi ini. Bu Retno membalas dengan senyuman tulus kepada anak bungsunya itu. Dalam benak wanita berusia kepala empat itu terbesit bahwa waktu begitu berjalan sangat cepat. Tak terasa sekarang anaknya telah beranjak menjadi pemuda nan gagah. Lucu ketika membayangkan dulu Rudi kecil mencorat-coret tembok rumah dengan spidol warna, lalu ketahuan olehnya, Rudi hanya bisa menangis dan merengek meminta maaf karena takut kena marah. "Aah itu dulu, mana mungkin sekarang anaku menangis dan merengek" ucap Bu Retno dalam hati kecilnya. Sambil terus menatap Rudi yang tengah lahap menghabiskan makanan kesukaannya, Bu Retno menaruh harapan dan doa, semoga anaknya kelak menjadi anak yang soleh, selalu berbakti pada orang tua, dan dapat mencapai cita-cita setinggi mungkin.
"Alhamdulillah. Bu sudah selesai. Rudi pamit ya bu berangkat dulu. Kemungkinan minggu depan belum bisa balik, ada kegiatan organisasi di sekolah Rudi"
"Oh iya Rud. Gpp. Semoga lancar ya kegiatannya. Tetep jaga kesehatan ya. Ya udah berangkat sekarang udh jam segini"
Rudi yang sudah selesai sarapan, menuju kamarnya untuk mengambil tas dan bergegas kembali ke ruang tengah untuk mengambil "jajan" yang selalu disiapkan ibunya ketika Rudi akan kembali ke perantauan. Dipikirnya sambil melihat plastik penuh "jajan" itu, "aahh, ini kayanya cukup untuk persediaan dua minggu". Sambil ikut memastikan tidak ada barang anaknya yang tertinggal, Bu Retno mengantarkan anaknya ke teras rumah. Tak lupa pesan seorang Ibu yang selalu khawatir dengan anaknya apabila mengendarai sepeda motor "Jangan ngebut Rud, nyantai aja. Suka ngalah aja". Ucapan itu sudah Rudi hafal dari awal dia bisa mengendarai sepeda motor. Dijawabnya dengan santai oleh Rudi "Ya bu, siap". Saat Rudi mulai melajukan kendarannya, Bu Retno menghembuskan nafas yang panjang. Bu Retno kini sendiri, sepi tanpa ada anak-anak dan suami yang menemani. Sang sulung yang tak tentu waktu pulangnya kini sedang berjuang bekerja mengumpulkan pundi-pundi sebagai bekal untuk masa depan di kota ujung pulau Jawa. Juga sang suami yang terkadang satu bulan sekali baru sempat pulang ke rumah. Seperti si sulung, suami Bu Retno sedang berjuang mencari nafkah untuk menghidupi keluarga kecilnya ini. Untung Bu Retno bekerja sebagai guru di sebuah SMP. Pekerjaan tersebut berhasil menjadi pelipur lara dalam kesendirian dan kesunyian rumah. Meskipun sesaat. Setelah selesai mengajar, Bu Retno harus kembali ke rumah yang tak seramai dulu ketika si Sulung dan Rudi masih kecil-kecil. "Ahhh andaikan waktu bisa kembali ke masa itu, betapa senangnya hati ini" gumam Bu Rudi dalam hati saat melihat Rudi dan sepeda motornya sudah tidak ada di depan matanya.
"Wah kayanya, lewat jalan pintas desa sebelah aja kayanya sepi" ucap Rudi dalam hati. Padahal asli niat pemuda itu agar bisa melewati depan rumah Sukma. Gadis yang pernah menjadi "cinta monyetnya" saat duduk di bangku SMP. Meski bukan yang pertama bagi Rudi, tapi Sukma memberikan kesan dan tempat tersendiri bagi pemuda desa beralis tebal dan berhidung mancung itu. Nyaman, satu kata bagi Rudi yang membuatnya sulit untuk jauh dan melupakan Sukma. Padahal, lidah Rudi kaku seketika saat bertemu dengan Sukma. Mengucap kata sangat berat. Tak hanya lidah, tingkah Rudi begitu kaku dan cenderung salah tingkah walau sekedar berpapasan serta bertegur sapa dengan Sukma. Aneh. Rudi merasa aneh dengan situasi ini. Pacarpun bukan, mantan lebih tepatnya, tapi entah kenapa Sukma membuatnya tergila-gila. Walau sempat Rudi memiliki tambatan hati yang lain, tapi ternyata hanya Sukma yang bisa sebagai tempat berlabuh. "Menyesal" satu kata yang membuat Rudi merasa berasalah pernah menambatkan hatinya pada gadis lain. Walaupun hal itu dia lakukan saat masih SMP. "Masa lalu", semua telah jadi cerita, Rudi kini hanya ingin menjaga, menjaga yang belum tentu dia miliki, menjaga agar harapannya suatu saat nanti terwujud, menjaga suatu hal yang kini masih dalam angan. Terlalu jauh sebenarnya apa yang dipikirkan Rudi, ya itulah Rudi apa boleh buat.
Motor bebek hitam diperlambat Rudi ketika memasuki jalan dimana nanti akan melewati depan rumah Sukma. "Semoga dia di depan rumah atau sedang berjalan di jalan ini" harap Rudi dalam hati. Ketika mendekati depan rumah Sukma, Rudi merasakan detak jantungnya semakin terpacu dengan cepat. Kondisi ini selalu terjadi. Karena melewati depan rumah Sukma bukan sekali ini Rudi lakukan. Pemuda itu memang selalu memilih jalan yang sama saat dia pergi ke perantauan maupun saat pulang dari perantauan. "Wusssssssss" Rudi dan motornya berlalu begitu saja tanpa berjumpa dengan sosok yang dia harapkan. "Belum rejeki, belum rejeki" gumam Rudi seketika. Gas motorpun semakin ditancapkan lebih kencang agar sampai di kota tidak terlalu siang.
Sudah sangat lama Rudi tidak bertemu dengan gadis pujaannya tersebut. Sebenarnya bisa saja Rudi sengaja main ke rumah Sukma, tapi apa daya, nyali Rudi belum begitu besar untuk bertemu. Belum jadi apa-apa dan bukan siapa-siapa pikir Rudi. Oleh karena itu, dengan lewat depan rumah Sukma, menjadi salah satu cara untuk sekedar bertegur sapa dengan gadis manis bergigi gingsul itu. Sebatas melepas kerinduan. Kerinduan antara pemuda dan pemudi yang dimabuk kasmaran. Aduhai indahnya, meski terkadang rindu membuat batin ini tak tenang. Sulit untuk dibendung. Hanya senandung nyanyian kerinduan yang bisa Rudi nyanyikan selama perjalanan ke kota.
"Minggu depan waktu pulang kampung aku akan lewat DEPAN RUMAHMU lagi" perkataan yang selalu diucapkan Rudi ketika belum bertemu Sukma. Harapnya dapat menyapa langsung bukan lewat pesan singkat. Semoga.
Motor bebek hitam diperlambat Rudi ketika memasuki jalan dimana nanti akan melewati depan rumah Sukma. "Semoga dia di depan rumah atau sedang berjalan di jalan ini" harap Rudi dalam hati. Ketika mendekati depan rumah Sukma, Rudi merasakan detak jantungnya semakin terpacu dengan cepat. Kondisi ini selalu terjadi. Karena melewati depan rumah Sukma bukan sekali ini Rudi lakukan. Pemuda itu memang selalu memilih jalan yang sama saat dia pergi ke perantauan maupun saat pulang dari perantauan. "Wusssssssss" Rudi dan motornya berlalu begitu saja tanpa berjumpa dengan sosok yang dia harapkan. "Belum rejeki, belum rejeki" gumam Rudi seketika. Gas motorpun semakin ditancapkan lebih kencang agar sampai di kota tidak terlalu siang.
Sudah sangat lama Rudi tidak bertemu dengan gadis pujaannya tersebut. Sebenarnya bisa saja Rudi sengaja main ke rumah Sukma, tapi apa daya, nyali Rudi belum begitu besar untuk bertemu. Belum jadi apa-apa dan bukan siapa-siapa pikir Rudi. Oleh karena itu, dengan lewat depan rumah Sukma, menjadi salah satu cara untuk sekedar bertegur sapa dengan gadis manis bergigi gingsul itu. Sebatas melepas kerinduan. Kerinduan antara pemuda dan pemudi yang dimabuk kasmaran. Aduhai indahnya, meski terkadang rindu membuat batin ini tak tenang. Sulit untuk dibendung. Hanya senandung nyanyian kerinduan yang bisa Rudi nyanyikan selama perjalanan ke kota.
"Minggu depan waktu pulang kampung aku akan lewat DEPAN RUMAHMU lagi" perkataan yang selalu diucapkan Rudi ketika belum bertemu Sukma. Harapnya dapat menyapa langsung bukan lewat pesan singkat. Semoga.
No comments:
Post a Comment