Thursday, 7 February 2019

Rudi "Hujan"

"bressss" hujan turun dengan derasnya. Membasahi setiap dedaunan, memberi kesegaran bagi setiap tumbuhan yang kerontang tak terawat oleh pemiliknya. Jalan beraspal yang beberapa waktu lalu panas menyengat kulit menimbulkan fatamorgana, kini ramai dilalui gerombolan anak sekolah yang bergegas berlarian menuju rumah masing-masing agar hujan tak semakin menjadi badai. Terlihat beberapa anak sekolah berseragam putih biru memilih berteduh di pinggiran toko sambil menenteng plastik berisi sepatu. Agar tidak basah maksud mereka. Berteduh bersama beberapa pengendara motor yang memilih untuk menepi. Terlihat anak-anak maupun orang dewasa sama-sama memeluk erat diri mereka dengan tangan. Mungkin dengan cara itu, kehangatan dari dinginya hujan mereka dapatkan.

"wess trabass" pikir Rudi yang memilih untuk menerjang jutaan liter air yang turun dari langit dengan sepeda biru kesayangannya. "Halaah hujan air juga, ayo terjang aja" teriak Rudi ke teman-temannya yang juga pengayuh sepeda sebagai transportasi pulang-pergi ke sekolah. Tapi apa boleh buat, teman-teman Rudi memilih untuk berteduh di sekolah. Bukan Rudi namanya kalau dia gak cuek. Dia tetap memilih untuk pulang ke rumah. Sebelum benar-benar menerjang hujan siang ini, Rudi memastikan sepatu, buku, dan peralatan sekolah lainnya sudah aman di tas. Tas itu sudah dia bungkus dengan mantel. Hanya tasnya. Rudi hari ini meninggalkan jas hujannya yang kemarin dia pakai juga. Musim hujan, membuat perlengkapan "penerjang hujan" selalu disiapkan, tapi tidak untuk hari ini.

"ceproootttt" baru sampai di depan sekolah, Rudi terkena cipratan dari genangan air yang dilalui oleh kendaraan beroda empat itu. Ingin mengumpat dengan beragam perkataan. Bagaimana tidak, seragam Rudi yang putih itu terkena air berwarna coklat itu. "aaah sudahlah, mungkin pengendara itu juga tidak sengaja" Rudi sedang mujur bisa menahan untuk tidak naik pitam. Anak itu memang selalu begitu, selalu menahan apa yang membuat dia marah. "Lebih baik diam kalau marah, jangan diluapkan" menjadi semboyan pedoman Rudi selama ini. Tanpa pikir panjang, Rudi melanjutkan mengayuhkan roda duanya agar cepat sampai rumah.

Disepanjang perjalanan, Rudi melihat beberapa anak kecil yang sedang asik menikmati hujan kali ini. Bagaikan "waterboom" gratis yang Tuhan turunkan bagi anak-anak itu. Masa dimana turun hujan sebagai pertanda untuk main air sepuasnya. Bahkan dengan mencipratkan air menggunakan kaki mungil mereka, senyum lebar dapat tercipta olehnya. Gelak tawa yang ada seakan-akan mereka tidak mempedulikan sosok ibu yang sudah siap-siap di rumah "menghabisi" dengan segala silat lidahnya. Bahagia. Hanya itu yang mereka rasakan sekarang. Rudi hanya tersenyum manis melihat hal itu. Teringat masa kecilnya yang merengek meminta hujan-hujanan kepada Ibunya dan betapa girangnya ketika sang Ibu menjawab "Ya boleh sanah, jangan lama-lama tapi. Kalau ada petir, pulang". Kata "boleh" hanya menjadi kata yang diperhatikan Rudi kala itu. Berjam-jam mampu Rudi habiskan untuk bermain air, membuat saluran air, ataupun sengaja menyumbat saluran air, biar seperti bendungan pikirnya kala itu. Suara petir pun tak dihiraukan Rudi. Akan selalu ada cara untuk menikmati hujan. Teras depan rumah Rudi yang luas sengaja dia guyurkan dengan air hujan yang sudah ditampung. Daaan jadilah lantai itu bagai prosotan di kolam renang. 

Sambil terus mengenang masa kecilnya, Rudi melihat pedagang es kelapa muda. Dagangannya kali ini tidak ada pembeli. Beda cerita dikala langit panas bagai neraka bocor kata orang-orang, es kelapa muda menjadi primadona menghilangkan dahaga. Dengan harga yang terjangkau, semua kalangan mampu menikmati kesegaran es kelapa muda karena harganya yang terjangkau. Tidak jarang, orang-orang harus mengantri. Kalau panas begitu. Kalau hujan begini, banyak orang yang memilih mencari kudapan yang mampu menghangatkan tubuh. Rudi agak memelas dengan pedagang itu. "Bagaimana dagangan dia hari ini ya, terus kalau gak laku dikemanain es kelapa mudanya? Rugi dong ya" pikir anak itu sampai tak sadar bahwa hujan semakin deras.

"byurrrrr" kali ini Rudi terkena semprotan air dari sepeda motor di depannya. Dengan sigap Rudi langsung membersihkan mukanya dengan tangan. Terasa bercampur tanah dan kerikil. "asemmmm" kata-kata spontan dari anak itu keluar dari mulutnya, tapi dia langsung beristighfar karena telah mengluarkan kata-kata yang tak pantas untuk diucapkan. Dua kali sudah Rudi mendapatkan "rejeki". Akhrinya Rudi memutuskan untuk mengayuh lebih kencang sepedanya.

"aahhh segarnyaaa semangkuk bakso itu" kini Rudi melewati pedagang bakso yang sibuk meracik dagangnya untuk siap disuguhkan kepada para pembelinya. Bakso dengan kuahnya yang hangat, menjadi makanan favorit masyarakat Indonesia dikala hujan melanda. Ramai. Begitu sesak tempat itu dengan orang-orang yang ingin mencari kehangatan dari semangkuk bakso. Tua, muda semua berkumpul disana. "andai saja di rumah nanti tiba-tiba ada semangkuk bakso dengan kuah yang berasap, akan kuhabiskan dalam beberapa menit saja" angan Rudi yang sepertinya mustahil terwujud. "siapa yang beliin tapi ya?" Rudi kembali bertanya pada diri sendiri tentang keinginannya menyantap makanan itu. Rejeki nomplok memang kalau hujan seperti ini bagi pedagang bakso.

Melewati tempat yang biasa anak-anak sekolah menunggu bus maupun angkutan umum, Rudi sedikit terpana. Terpana melihat Gadis gingsul. Sukma sang bintang kelas itu sedang menunggu bus yang menjadi alat transportasi dia untuk pulang ke rumah yang berada di desa sebelah tempat Rudi tinggal. Terlihat Sukma sedang asik mengobrol dengan teman-temannya. "Rejeki ketiga" menjadi hal yang terbesit dipikiran anak muda itu yang sedang dilanda demam "cinta monyet". Rudi hanya bisa memandang dari jauh senyum khas Sukma. Kondisi hujan seperti ini tidak memungkinkan Rudi menyapa apalagi menemui Sukma. "Waah seharian tadi kayanya gak lihat Sukma di sekolah" kata Rudi dalam hati yang melaju menjauh dari tempat Sukma berasa.

Bahagia. Rudi menjadi senyum-senyum sendiri selama perjalanan menuju rumah. Hujan menjadi tidak terasa menyentuh kulit Rudi lagi. Rejeki penutup yang indah di kala hujan ini menurut Rudi. Anak muda itu percaya bahwa Tuhan sudah menetapkan rejeki bagi setiap mahluk yang diciptakan di bumi ini. Hujan, menjadi suatu rahmat yang tiada tara yang Tuhan turunkan untuk membasahi bumi. Rejeki bagi tumbuhan tidak terawat oleh pemiliknya yang mendapat air untuk proses pertumbuhannya, rejeki bagi anak-anak bermain air yang tak mampu untuk sekedar berwisata ke kolam renang, rejeki bagi pedagang es kelapa muda yang mungkin keesokan harinya ada pemborong membeli dagangannya, rejeki bagi pedagang bakso yang kali ini kewalahan meladeni pelanggan, dan rejeki bagi Rudi. "Rejeki bukan hanya sekedar uang bukan?" tanya Rudi dalam hati. Kesehatan, terhindar dari kecelakaan, merasakan kebahagiaan dan gelak tawa, mampu menahan amarah, menjadi sebuah rejeki tersendiri menrut Rudi. Termasuk melihat senyum Sukma, yang menjadi rejeki dan pelengkap cerita "HUJAN" hari ini.

No comments:

Post a Comment